Minggu, 26 April 2009

naskah drama "JERAT"

Naskah EGO: JERAT (Naskah oleh: Aris setia Wardani – Ego)

BABAK I
Deni duduk sendiri di kursi sambil menghisap rokoknya, tak lama kemudian datanglah
orang wanita.
Deni : (bangkit) Ah…. Mbak Sandy! Akhirnya datang juga!
Sandy : Selamat malam Mas Deni! Sesuai janji saya, saya bawakan 2 gadis ini untuk Mas Deni.
Varren : Ah… VArren (tersenyum pada Varren) kita bertemu lagi.
Deni : Hallo Mas!
Sandy : Dan kenalkan ini Nia!
Deni mengulurkan tangannya dan dijabat mesra oleh Nia.
Deni : (tersenyum jail) wah, ini yang baru ya? Cantik juga.
Sandy : Dia ini anak didikku yang paling muda Mas, masih fresh loh! Tapi saya jamin, Nia tidak kalah hot sama yang lain, Nah, sekarang Mas Deni mau yang mana? (tersenyum menggoda) atau mau kedua-duanya sekaligus?!
Deni : Ah, Mbak Sandy ini bisa saja. Saya sekarang ini lagi gak serakah kok Mbah, dan pengin yang pasti-pasti saja. (sambil mengamit mesra tangan Varren) saya butuh yang mantap malam ini.
Sabdy : (mengeluarkan rokok, menyulut dan menghisap rokoknya) mau booking berapa ama? Satu Jam? Dua Jam?
Deni : Lagi pengin all night Mbak, gak puas dong satu-dua jam saja! (mengambil cek yang ditandatanganinya dan menyerah kepada Sandy)
Sandy : wah (tersenyum melihat cek), rupanya Mas Deni sedang banyak rijeki ya?! Kalau begitu kami permisi dulu. Selamat bersenang-senang! Ayo Nia!
Sandy dan Nia pergi.
Deni : Varren (menarik Varren mendekat)
Varrren : (menolak dengan manja) Mas, jangan disini dong, Kan gak enak kalau ada yang ngintip.
Deni : Baiklah, kamu ingin dimana?
Varren : Lho, kok Varren yang nentuin? Mask an yang bayar…
Deni : Malam ini kamu ratunya!
Varren : Mas ingin yang konvensional atau yang sensasional?
Deni : (mengajak Varren ke dalam) dua-duanya sayang!
Varren : Ah, mas ini!
Keduanya lenyap
Lampu mati

BABAK II
DengAn pakaiAn kusut dan tubuh berkeringat, Deni duduk di kursi dan menghisap
rokoknya. Varren (sambil menghisap rokok) datang dengan mengenakan kimono mandi,
mengamati Deni yang setengah melamun dan memeluk leher Deni dari belakang.
Varren : Ada apa Mas? Kok melamun?
Deni : Duduklah! (menarik tangan Varren untuk duduk di sampingnya)
Varren : Sudah berkali-kali kita berrtemu dan melewatkan malam seperti ini, tapi sampai sekarang aku belum mengenalmu sedikitpun…
Varren : (tertegun) mengenalku??? Hahaha…(tertawa) aku dibayar untuk tubuhmu, Mas, bukan untuk mengenal. Mengenal bisa dilakukan tiap orang. (seperti teringat sesuatu tiba-tiba) ah, tapi bukankah Mas Deni dan saya sudah berkenalan? (menghisap rokok)
Deni : Maksudku, mengenal satu sama lain.
Varren : Hmm… (tersenyum) Mas seorang eksekutif muda, tampan, bujang, sedangkan aku adalah call girl yang dibayar untuk memuaskan Mas…
Deni : (menghisap rokoknya) bukan itu, tyapi masa lalumu. Bagaimana kamu sampai bisa seperti sekarang.
Varren : Pelacur maksud Mas?! (mematikan dan membuang rokoknya di asbak) wa…aku hamper tidak pernah cerita ke orang lain. Boleh saja, selama tips-nya pantas.
Deni : Berapapun yang kau minta. (membuang rokoknya di asbak)
Lampu mati.

BABAK III
Yuk Darmi bersih-bersih di ruang tengah. Rahman dengan wajah lelah masuk lalu duduk
dan meletakkan tasnya.
Darmi : Selamat malam, Den!
Rahman : (membuka jasnya) Malam! Ibu sudah pulang?
Darmi : Belum, Den. Aden mau mandi? Air panasnya sudah siap.
Rahman : Ah, iya, nanti saja. Mana Varren?
Darmi : Ada Den. Sore tadi baru pulang dari sekolah. Ah, itu dia Non Varren.
Varren : (muncul) Yuk, makan malamnya mana? Aku sudah lapar.
Darmi : Ah, sebentar lagi siap. Permisi dulu. (pergi)
Varren : (duduk di samping Rahman) Sepertinya ibu bakal pulang cepat, Pak.
Rahman : Bagaimana kau tahu?
Varren : Tadi ditelpon ibu, ibu sendiri yang bilang. Bapak kangen ya??
Rahman : (tersenyum) ah, kamu ini!
Irma : (muncul) Assalamu’alaikum!
R & V : Waalaikumsalam!
Rahman : (bangkit) Ah, Irma. Kamu makan malam di rumah kan hari ini? (tersenyum senang)
Irma : Tidak, aku tidak sempat Mas! Varren kamu sudah mengepak baju dan keperluan ibu di koper?
Varren : (bangkit) Sudah. Tapi kok ibu buru-buru? Ibu tidak akan pergi hari ini kan?
Irma hanya diam dan meletakkan tasnya, lalu Rahman menghampiri.
Rahman : pergi? (kaget) pergi ke mana? (memegang bahu Irma dari belakang) Irma….
Irma : maaf mas, ini mendadak. Aku harus pergi keluar kota. Ini tidak lama hanya seminggu.
Rahman : (setengah histeris) seminggu?! (membalikkan badan Irma menghadap dirinya) seminggu tidak sebentar. Dan kau bilang hanya seminggu??!!
Irma : Varren, ambil koper ibu, sekarang!
Varren segera pergi
Rahman : (meletakkkan kepalanya di pundak Irma) Irma, aku kangen, kamu selalu pulang larut. Kini kau pulang lebih awal, namun tiba-tiba akan pergi lagi. Aku harus bagaimana?! Aku kesepian. Aku butuh cintamu, kehangatanmu…
Varrren datang membawa koper.
Irma langsung mundur menghindari belaian Rahman, Rahman tersentak.
Irma : Maaf, Mas Rahman…. Aku harus pergi. Titip anakku.
Varren mengecup punggung tangan ibunya, lalu tanpa memandang Rahman Irma pergi begitu saja.
Lampu mati.

BABAK IV
Rahman datang dengan baju kerja yang lusuh dan ada noda basah. Jalannya sempoyongan karena mabuk. Tasnya dilemparkan begitu saja dan langsung ambruk di kursi. Varren muncul dengan mata setengah terpenjam karena kantuk. Dalam balutan gaun tidurnya, ia menghampiri Rahman.
Varren : Bapak kok baru pulang sih jam segini? Aduh…bau apa sih ini?nyengat sekali…bapak dari mana aja sih? (duduk di samping Rahman, membantu melepaskjan jas)
Rahman : (memandang Varren, lalu tiba-tibna tersenyum) ah….Irma, kau sudah pulang ya? Aku sangat kangen sekali…(melingkarkan lengan di pundak Varren)
Varren : (tertegun) bapak mabuk ya? Ini Varren! Ya ampun, Bapak gak pernah seperti ini (melepas sepatu dan dasi Rahman)
Rahman : Irma..Irma… (menghentikan tangan Varren) akku senang, kau tak pernah melayaniku seperti ini…
Varren : (agak sebal) bapak buka mata lebar-lebar dong. Aku ini Varren, bukan ibu. Ibu masih 2 hari lagi pulangnya. Makanya jangan mabuk…
Rahman : (mencoba memeluk Varren) kau Irma…Irmaku…
Varren : bukan…(tangannya menahan Rahman di dad) aku Varren, kumohon…(ketakutan)…aku Varren pak…
Rahman : (tidak prduli) tidak! Kau Irma..(memaksakan kekuatannya sampai Varren setengah terpojok) Irmaku tersayang…
Varren : tidak…(takut dan mulai terisak) tolong.. sadarlah! (mencoba melawan)
Rahman : Irma…Irma...(mendekat)
Rahman terus meracau sambil menahan tangan dan kaki Varren yang mencoba memberontak.
Varren : Tidak…aku bukan ibu… aku bukan Irma. Tidak..tolong Bapak…
Tidak…jangaaaaaaannnnn….
Lampu mati.

BABAK V
Rahman yang sudah sadar membenahi celananya. Dilihatnya Varren gemetar, gaunnya tersingkap hingga paha, tubuhnya bermandikan keringat sementara dia sendiri bermandikan keringat. Setelah itu ia memejamkan matanya, tak sanggup melihat mata Varren yang shock dan terluka. Mulutnya tidak mengeluarkan kata apapun, kecuali suara isakan. Dan Rahaman sendiri tidak mampu bicara. Sementara itu mereka tidak melihat Irma yang tiba-tiba datang dengan kopernya.
Iram : wah belum tidur ya? (Rahman mendongak kaget, Varren menoleh perlahan) aku sudah pulang. Varren, tolong Bantu ibu meltakkan kjkoper ini di kamar (meletakkan koper dibawah)
Rahman: Ir..Ir..Irma?
Irma : kau ini kenapa mas?tentu saja ini aku. Pekerjaanku selesai lebih cepat dan mengingat kata-katamu terakhir kali sebelum aku pergi, jadi kupikir.. aku pulang saja. Ini (mengacungkan bungkkusan yag dibawanay) aku bawa oleh-oleh. Tidak reaksi dari Varren dan Rahman yang sejak tadi hanya memandanginya,Irma heran. Diperhatikannya keadaan anak dan suaminya itu yang baru disadarinya ternyata aneh. Tiba-tiba Irma menjatuhkan bunkusan dari tangannya.
Irma : Varren..gaunmu.. kenapa wajahmu? Mas Rahman, kau juga… kenap? Ada apa ini? (menghampiri dan duduk diantara Varren dan Rahman) a…apa yang sedang terjadi? (cemas, takut)
Rahman hanya menunduk tak menjawab, lalu Irma memandang wajah putrinya yang
pucat dan terisak.
Varren : hik…(ter
Isak) ibu..(menghambur ke pelukan Irma) ibu..
Rahman: maafkan aku Irma…aku khilaf.
Serta merta Irma melepskan pelukan Varren dan menoleh kepada Rahman.
Irma : apa? Apa kau bilang? Khilaf? (menoleh sambil mengamati Varren dari rambut hingga ujung kaki) khilaf…(perlahan mengerti dan agak histeris)khilaf?? KAU BILANG KHILAF? (mulai menangis) kau apakan Varren? (menoleh ke Rahman dan merenggut kemeja depannya) kau apakan anakku? Apa yang sudah kaulakukan? Kenapa kau tega? (menampar Rahman lalu memukul-mukul dadan Rahman sedangkan Rahman hanya pasrah menerima) aku sudah bilang, aku nitip dia…tolong jaga!
Rahman: aku tidak sadar tadi…(bangkit dan mengacak-acak rambutnya sendiri karena frustasi)
Irma : (berang) tidak sadar? TIDAK SADAR? (bangkit) dia anakku! Lahir dari rahimku! Walaupun buka anak kandungmu, bukan berarti kau boleh menyentuh dia seperti ini! Harusnya kau menganggap dia juga sebagai anakmu, karena kau menikahi ibunya. Dasar busuk! Bajingan keparat! Kukira kau menganggap dia juga sebagai anakmu…(mulai menurun) dia…Varren…dia….anakku…
Tiba-tiba Irma pingsan dan langsung ditangkap Rahman.
Rahman: Iram…Irma…
Varren: ibu….ibu…
Lampu mati

BABAK VI
Setting kembali ke ruang tamu kamar motel. Asbak dipenuhi puntung-puntung rokok beserta abunya. Wajah Varren tampak dingin. Air mata yang jatuh segera diusapnya sambil menghindari tatapan Deni.
Deni : lalu bagaimana selanjutnya? (penasaran)
Varren:L Mas boleh berasumsi sendiri. Yang kuceritakan ini sudah lebih dari cukup. Sampai saat ini baru Mas Deni saja yang tahu detail ceritaku. Mbak Sandy saja hanya tahu garis besarnya, karena ini bukan cerita yang patut untuk dibanggakan.
Deni : Ng.. lalu, apakah kamu berpikir untuk meninggalkan dunia yang sedang kamu jalani sekarang?
Varren: (tersenyum) pernah sih.
Deni : lalu?
Varren: lalu…bagaimana dengan Mas? Apakah Mas pernah berpikir untuk meninggalkan gaya hidup Mas yang seperti selama ini?
Deni hanya terdiam.
Varren: tidaka bisa kan??
Deni : baiklah… hari sudah mulai beranjak pagi (membelai rambut dan leher Varren) aku tunggu kamu di ranjang, aku ingin ditemani berbaring. (bangkit dan beranjak pergi)
Varren: (sebelum Deni benar-benar lengyap) aku mencintai mereka… aku mencintai mereka… (Deni menghilang)
Hening sesaat.
Varren: hidup ini adalah jerat. Dan perasaan ini pun akan menjeratku. (menghembuskan asap dari rokok terakhir)
Lampu mati.
SELESAI