Minggu, 26 April 2009

naskah drama "MATAHARI 1/2 MATI"

MATAHARI 1/2 MATI
KARYA A. REGO SUBAGYO
(KOMUNITS SENI ILALANG INDONESIA/KSII)

Tokoh:
Mbok, Ibu dari lima anak
Kardi, anak pertama
Parto, anak kedua
Warti, anak ketiga
Suwaji, anak keempat
Narko, anak kelima
Hardjo, tetangga

Di sebuah desa yang sangat terpencil dan terpinggirkan dari deru dan hiruk pikuknya pembangunan, seperti terasing. Ada keluarga sederhana, keluarga petani sahaja, tidak pernah neko-neko. Tentram, damai pokoknya nyaman. Tetapi suatu ketika muncul permasalahan-permasalahan di keluarga tersebut yang mengakibatkan hubungan antar anggota keluarga menjadi tidak harmonis lagi.

SEMACAM BABAK I
Di serambi rumah
Alunan musik gambaran pedesaan lembut menyapa
Lampu mulai padam
Pulang dari sawah
Parto : Kok masih sepi, pada kemana ya? Apa belum pulang?(seperti bertanya pada diri sendiri). Sudah seminggu lebih aku sendirian menggarap sawah, akhir-akhir ini Kang Kardi jadi pemalas, pekerjaannya hanya termenung, melmun, merenung, bahkan tidak pernah bisa diajak bicara apalagi bercengkeraman. KANG Kardi selalu membisu, tak pernah mau ngomong, tak pernah mau bicara, tak pernah berkata-kata, bisu, seakan kelu dalam otaknya (terdiam). Apakah selamanya akan seperti ini bisu dan beku, mati. Aku sendiri semakin bingung, panenan yang jeblok, sedang harga untuk obat selangit apalagi untuk pupuk sudah tak masuk di akal (diam keluarkan bungkusan dari kantong, melinting tembakau lalu menyulutnya)
Narko pulang sekolah, tergopoh-gopoh menutupi mukanya
Parto : Hei Ko, Narko kesini!
Narko : Ya, Kang
Parto : Kenapa wajahmu?
Narko : E, eh tidak apa-apa Kang. Cuma aku tadi terjatuh
Parto : Terjatuh, dimana?
Narko : Di dekat pasar, Kang
Parto : Kok bisa, coba kulihat!
Narko : Iya Kang
Parto : Tapi kalau seperti ini, terjatuh ya tidak mungkin
Narko : Iya Kang (spontan)
Parto : Apa? Iya. Jadi kamu tidak jatuh, tapi dipukuli orang begitu!
Narko : Tidak kok Kang. Tidak apa-apa
Parto : Tidak, tidak apa-apa! Tidak apa-apa, kok bisa bengep kayak abis dipukuli. Kamu berantem, ya?
Narko : Eendak kok Kang
Parto : Endak apa enggak!
Narko : Enggak
Parto : Endak apa enggak!
Narko : Enggak
Parto : Endak apa enggak!
Narko : Enggak
Parto : Endak apa enggak!
Narko : Tidak kok, tidak, tapi….
Parto : Tapi, apa?
Narko : Tidak apa-apa
Parto : Sudahlah, jangan bohong, kamu kan sudah diajari tentang kejujuran, dan kamu tahu pasti apa, arti, dan maknanya. Jujur saja, tadi berantem kan?
Narko : Ya Kang habis aku tidak tahan. Aku diolok-olok, diejek, aku dibilang adiknya orang gila, adiknya orang sinting, edan. Ya, langsung tak kasih ini (menunjukkan kepalan tangan). Terus aku dikeroyok lima orang, permainannya jadi tak imbang, ya aku kalah Kang
Parto : Apa? Permainan, berkelahi kamu bilang permainan (diam berfikir). Ya ini yang sering menyebabkan kerusuhan, kekacauan, keributan dan perang disana-sini. Ya gara-gara segelintir orang yang tidak dapat menahan dan mengendalikan emosi dan nafsunya. Kamu mengerti kan!(diam). Sudah-sudah, begitu kok mau bohong. Itu, mukamu yang besem-besem biru, diapai gitu supaya tidak kentara, biar simbok tidak kaget dan tidak mikir yang macem-macem. Sudah, masuk sana, ganti baju tuh kotor semua
Narko : Ya Kang, terima kasih (keluar)
Parto : Hei, Ko…sekalian ambilkan aku air, haus nih! Satu belum kelar, belum tuntas, satu lagi menyusul bikin tambah puyeng saja (geleng-geleng kepala)
Setelah beberapa saat kemudian Kardi masuk nembang, tanpa menghiraukan adiknya.
Parto melihat seperti tidak percaya

(Wirangrong, Centhini)
Ya taw au sira nuli
Sung branta lampahnya alon
Ngambah jurang sengkang siluk-siluk
Yen tinon atrebis
Marga rumpil arampal
Pun arang kambah ing janmi

(Surajiwandana)
Sadangune, ngupaya gunung-gunung
Alas-alas, kawur sru ngongkrah-angkreh
Asayah ka, saputing dalu magyuh
Rikang tyas mepu denya ngulati we

(Maduretno)
Samarga-marga, prameswari Mandraka
Asambat-sambat, dhuh Gustiningsun aja
Atinggal munggah, maring aribawana
Entenana ing bukur pangarib-arib

Parto : Kang, apa yang sebenarnya Kang Kardi pikirkan, berhari-hari hanya diam saja. Kalau hanya diam kami, aku, simbok, dan adek-adekmu yang lainnya. Ya, tidak tahu apa yang dipikirkan Kakang. Kalau seperti itu semua juga bingung, kalau Kang Kardi bingung, jangan bikin yang lain juga bingung (diam). Mungkin Kang Kardi memikirkan hasil panen kemarin yang jeblok dan ajur-ajuran. Atau mungkin mikir simbok yang sering sakit-sakitan. A..pa Kankang memikirkan Warti yang mulai jadi seperti orang tidak waras. Seperti orang tidak waras, jadi stress, gila, edan. Tidak, Warti tidak gila (seperti tidak percaya). Warti tidak gila. Warti tidak stress, Warti tidak edan, tidak!!, Tidak!! Dia waras (merenung). Atau Kang Kardi ingin kawin, mau menikah maksudku. Menikah dengan apa, Kang. Eh, dengan apa, menikah dengan siapa maksudku, mungkin nanti kita bisa bareng-bareng ke sana untuk melamarkannya. Tapi siapa Kang. Ngomong dong (jengkel, marah, semakin tidak sabar menghadapi Kardi) Kang Kardi, ngomong dong, kalau begini terus semua akan jadi (suara meninggi, menghardik)
Narko masuk, bingung melihat apa yang sedang terjadi
Parto : Hei Kardi kau, kau…!? (emosinya memuncak, suaranya terhenti, mendatangi Kardi hendak memukul, Narto melerai)
Narko : Kang, Kang Parto eling Kang, sadar.
Parto : Heeh!!
Narko : Sudahlah Kang, itu Kang Kardi, dia kan Kakang kita. Minum dulu
Parto : Ya, aku tahu!!
Kardi meninggalkan panggung tetap dengan acuh dan membisu. Narto dan Parto tetap bingung. dan timbul pertanyaanya di benaknya ada apa dengan Kakangnya itu.
Narko : Ah!? Setan mana yang tadi dating? (bertanya pada diri sendiri)
Parto : Setan, setan gundulmu. Ada orang marah dibawa-bawa. Kamu ini!
Narko : Kang Parto tadi kan hamper terbujuk rayuan setan
Parto : Setan, setan, kamu ini seperti da’I saja. Setannya tadi lho diam saja, dia tidak berbuat apa-apa. Manusia yang berantem, setan yang jadi kambing hitam dan harus bertanggungjawab. Kasihan, kasihan kau setan.
Narko : Ya. Tapi setan tak kan pernah berhenti untuk menggoda dan membujuk manusia kan, Kang
Parto : Ya, ya (diam). Narko, Narko sekarang ini, setan itu sudah tidak ada, yang ada sekarang ya manusia itu sendiri. Manusia kan gabungan sifat baik dan sifat buruk. Sifat baik itu malaikat sedang sifat buruk itu ya setan itu tadi. Jadi jangan selalu minta pertanggungjawaban setan dari apa yang telah diperbuat manusia. Setan itu tidak ada, yang ada malaikat penguji iman. Perlu kamu ketahui bahwa manusia itu adalah gabungan malaikat dan setan. Ya sifat baik dan buruk. Seperti kamu tadi berantem, yang salah siapa? Kamu sendiri kan! Kalau bukan kamu! Siapa? Setan. Ko, kamu tahu cerita Adam dan Hawa, ketika mereka dibuang dari surga, siapa penghuni setia surge yang selalu menemani mereka ke bumi. Siapa, setan kan. Bahkan sampai sekarang dia tetap menemani manusia. Itu kalau setan masih ada seperti yang kamu katakana tadi.
Narko : Iya, ya (nyengir, malu) Kang, Kang??... Eh, Kang Parto!
Parto : Ya, ada apa?
Narko : Kang Parto tadak lapar.
Parto : Ya, lapar, Kenapa?
Narko : Aku juga lapar
Parto : Ooo itu, ayo makan!
Parto dan Narko meninggalkan panggung

BABAK II
Di dalam rumah, setelah isya’
Musik, suara-suara binatang malam
Lampu menyala

Sukardi masuk, nembang, kemudian terdiam tanpa kata-kata, merenung. Mondar-mandi
kemudian duduk di pojok
parjo dan Pak Harjo pulang dari kenduri
Hardjo : Assalamualaikum
Parto : Waalaikum salam waroh matullahi wabarokatuh, monggoh silakan masuk, Pak Hardjo. Silakan duduk
Hardjo : Eh, Nak Kardi
Sukardi menoleh, menghampiri dan menyalami tetapi tetap diam membisu. Dan kembali ke tempat semula

Parto : Pak Hardjo jangan kaget. Dia sudah seminggu lebih seperti itu. Puasa tidak ngomong. Entahlah Pak, apa yang dia pikirkan. Mungkin dia sekarang lagi berandai-andai
Hardjo : Puasa tidak ngomong?
Parto : Ya, Puasa tidak ngomong. Entahlah Pak, apa yang dia pikirkan. Mungkin dia sekarang lagi berandai-andai
Hardjo : Berandai-andai??
Parto : Ya
Hardjo : Tentang apa
Parto : Tak tahulah, Pak
Hardjo : Sepertinya masalah yang dipikirkannya berat
Parto : Ya, (jeda) mungkin
Hardjo : Ehm, iya ya
Parto : Aku sendiri bingung menghadapinya. Diajak ngomong diam, noleh sebentar terus pergi. Cuma begitu tiap hari
Hardjo : Mungkin dia sekarang lagi mikir
Parto : Mungkin Pak. Mungkin dia sekarang sedang membayangkan sedang jadi presiden. Yang sedang memikirkan bangsa dan Negara yang gonjang-ganjing ini, mau diapakan Negara ini. Dibawa ke masa depan yang semakin bubrah, atau dibawa ke masa 2000 tahun yang lalu, damai, tentram, aman tidak seperti sekarang ini, atau (diam), tidak tahulah Pak, semuanya serba tertutup dan tidak jelas
Mbok Suminah masuk, membawa baki dan minuman

Mbok : Selamat malam Pak Hardjo
Hardjo : Malam, ngomong-ngomong Warti mana?
Mbok : Ada pak, di dapur, tadi membantu bikin kopi
Hardjo : Bagaimana keadaannya
Mbok : Ya, begitulah Pak (menunduk, malu)
Hardjo : Sepertinya aku lama sekali tidak ketemu Warti.
Mbok : Saya panggilkan (keluar)
Hardjo : Nak Parto
Parto : Ya, Pak
Hardjo : Apa besok Nak Parto bisa membantu saya?
Parto : Ada apa, Pak
Hardjo : Itu, bikin bedengan untuk persiapan nanem cabai. Bibitnya sudah waktunya dipindah
Mbok Suminah dan Suwarti masuk

Hardjo : Warti sini-sini nduk, sini (mengambil sesuatu dari saku dan diberikan kepada Warti)
Warti : He-eh
Suwarti senang dan dimain-mainkan pemberian dari Pak Hardjo
Parto : Pak Hardjo
Hardjo : Eh ya
Parto : Besok, sendiri atau butuh tenaga lagi
Hardjo : Sebenarnya butuh lagi, tapi tidak ada yang nganggur
Parto : Kalau masih perlu, mungkin Suwaji bisa Pak
Hardjo : Apa dia tidak di proyek
Parto : Tidak, Pak. Sudah dua hari di rumah
Hardjo : Memangnya kenapa
Parto : Katanya, bahan-bahan bangunannya telat
Hardjo : Kebetulan sekali
Parto : Kalau begitu saya Tanya dulu. Ji, Waji!
Suwaji keluar

Suwaji : Dalem! Ada apa KAng
Parto : Besok pagi bias nggak ikut kerja di Pak Hardjo
Suwaji : Besok pagi?
Parto : Ya
Suwaji : Bisa, Kang
Hardjo : Bisa
Parto : Bisa, bias Pak. Di sawah yang mana Pak?
Hardjo : Di sebelah utara sawahnya Pak Khamid. Langsung ke sana saja, besok
Parto : Ya, Pak
Hardjo : Kalau begitu, bapak pamit dulu. Warti aku pulang dulu. Jangan bikin bingung lagi
Mbok : Terima kasih, telah singgah di gubuk kami
Hardjo : Wassalamualaikum (keluar)
Semua yang ada di panggung kompak menjawab (waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh), kecuali Kardi dan Warti. Kardi tetap acuh, keluar

Mbok : Sudah malam, istirahat
Mbok Suminah dan Suwarti keluar

Parto : Ji, besok bangunkan aku
Suwaji : Ya, Kang. Eh Kang Parto, pintunya dikunci aku tidur di suraunya Pak Haji Khamid (keluar)
Pparto : Ya, hati-hati (keluar)
Lampu redup

BABAK III
Di dalam rumah, pagi hari
Music mengalun
Lampu menyala, terang
Warti masuk, cenggar-cenggir sendiri, bicara sendiri, asyik dalam dunianya sendiri, menyanyi dan menari,
menangis, tertawa, dan menggerutu sendiri
Mbok Suminah masuk

Mbok : Ti, sudah sarapan
Warti : Eeh
Mbok : Nduk ambilkan keranjang
Warti : He, apa Mbok
Mbok : Keranjang sampah
Warti : Sampah, heeh (keluar)
Mboh : Mengapa, mengapa, semua berubah begitu cepat. Warti anak perempuanku satu-satunya sudah waktunya menikah malahan jadi seperti ini. Aku ingin cepat nggendong putu, tapi….dosa apa yang telah aku perbuat, duh Gusti ampuni segala kesalahan dan dosa keluarga ini
Warti masuk

Warti : Aku maafkan, aku ampuni segala kesalahan yang telah kau perbuat wahai manusia. Akan aku hapus segala dosa-dosamu. Hi…hi…hi…
Mbok : Hei, Nduk, Ti, mana keranjangnya?
Warti : Heh (menunjuk)
Mbok : mana!
Warti : Dibelakang
Mbok : Aduh Ti, Ti. Ayo Nduk ambil
Warti keluar, Narko masuk

Mbok : Kowe tho, Ko
Narko : Ya Mbok
Mbok : Ini kan masih pagi, kok sudah pulang. Kamu bolos
Narko : Ya
Mbok : Kenapa?
Narko : Males
Mbok : Lho kok malah malas. Piye tho! Apa kamu ndak mikir
Narko : Mikir gimanaMbok
Mbok : Malah nanya
Narko : Kalau aku ndak nanya terus aku mikir apa, Mbok
Mbok : Pertama, kamu itu disekolahkan biar pinter, ngerti. Kedua, supaya kamu tidak seperti Kakang-kakangmu, tidak kerja kasaran. Lagian Kakangmu sudah susah-susah cari duit untuk nyekolahin kamu. Nati kalau Kang Parto tahu kamu akan dimarahi
Narko : Ya, jangan dikasih tahu biar tidak marah
Mbok : Yang ketiga…
Narko : Apa?
Mboh : Hah, kok malah seperti itu, Ko Kakangmu itu biasanya tahu dengan sendirinya , jadi kamu harus rajin, sregep sekolah. Jangan suka bolos. Sudah masuk sana. Makan dulu nanti kalau sudah, bersihkan kebun belakang. Bibit rambutan dan nangka di samping sumur itu ditanam sekalian, ditata yang baik. Sudah sana
Narko : Ya Mbok
Narko keluar

Warti : Mbok!
Mbok : Apa, Ti
Warti : Anu, e, itu, hi, he, anu
Mbok : Apa sih Nduk, kalau ngomong yang jelas
Warti : Itu genteng, itu lho
Mbok : Genteng, genteng apa. Kamu ini bikin bingung saja
Warti : Iya, itu…genteng. Pecah, jatuh satu-satu, banyak
Mbok : Genteng satu-satu, banyak ah apa sih Ti, kenapa gentengnya, pecah (diam). Maksudmu jatuh
Warti : Iya, jatuh ambruk pisang, heeh
Mbok : Oh Pisangnya ambruk, timpa genteng
Warti : Heeh
Mbok : Sudah, mbok ke belakang dulu
Warti marah, merajuk tidak karuan, menangis

Warti : Mbok, mboke…(keluar)
Lampu redup

BABAK IV
Didalam rumah, sore hari
Lampu menyala, music mengalun
Kardi masuk, nembang/uro-uro
Parto dan Narko masuk, mendengarkan dan memperhatikan Kardi

(gambuh, ISKS. PB IV)
Aja nganti kabanjur
Sabarang polah kang nora jujur
Yen kabanjur sayekti kojur tan becik
Becik ngupaya iku
Pitutur ingkang sayektos

Pitutur bener iku,
Sayektine apantes tiniru
Nadyan metu saka wong sudra papeki
Lamun becik nggone muruk,
Iku pantes siro anggo

Ana pocapanipun
Adiguna adigang adigung
Pan adigang kidang adigung pan esthi
Adiguna ula iku
Telu pisan mati sampyoh

Si kidang umbagipun
Angandelaken kebat lumpatipun
Pan si gajah ngandelaken geng ainggil
Ula ngandelaken iku
Mandine kalamun nyakot

Kardi diam asyik dengan tengwe

Narko : Kang, apa yang terjadi
Parto : Tak tahulah, Ko
Narko : Apa Kang, apa akan selamanya seperti ini
Parto ; Ko, jangan ngawur kamu, hati-hati kalau ngomong, jaga mulutmu
Narko : Habis kalau tidak, apa…apa Kang. Ini begini, itu begitu, ujung-ujungnya tidak tahu.
Parto : Ko, kita perlu berfikir, memang seharusnya belum jelas, serba samar-samar
Narko : Makanya Kang
Parto : Iya, ya (keduanya terdiam, sejenak)
Narko : Kang, Kang Parto!
Parto : Heh, apa? (Kardi mulai nembang lagi)
Narko : Kang Kardi mulai nembang lagi
Parto : Iya (asyik dengan rokoknya. Kedua kakak beradik itu berusaha mendengarkan Kardi nembang)
Kardi nembang lagi

(sinom)
Wewangsalan roning kamal
Pra anom den ngati-ati
Wrekso kang epindha janma
Golek kawruh kang sejati
Kholik prya upami
Anganggoa reh kang tuhu
Kalpika pasren karna
Gegelang munggwing dariji
Away tinggal miwah lali pariwara
(Kinanthi)
Kebo bang sungune tanggung
Aja sira ngapirani
Kekonang abyoning tawang
Kalintang rasaning ati
Peksi tuhu wadonira
Mring kmudu-kudu tilik
(Sinom, A. Rego Subagyo, 7-3-2002)
Anggoning rasa kang lara
Kudu netepi ing ati
Atma kang rumongso jaya
Pati ora bakal nganti
Ning pati mring Gusti
Manungso kudu mituhu
Ana luput ing ndonya
Abakal digowo mati
Atma palihlah marang Maha Kuwasa
Selesai nembang Kardi pergi dan tidak pernah tahu ada orang yang mendengarkan dia nembang tadi

Narko : Lho itu Kang Kardi mau kemana
Parto : Mungkin ke rumah Bapak
Narko : Ke rumah Bapak. Bapak siapa?
Parto : Ya Bapak kita. bapakmu
Narko : Bapak kan sudah meninggal
Parto : Ya, aku tahu
Narko : Terus, maksudnya rumah yang mana?
Parto : Rumah yang sekarang
Narko : Kuburan?
Parto : Iya
Narko : Kuburan kok rumah, Kang?
Parto : Ko, Narko (geleng-geleng)
Narko : Habis Kang Parto ngomongnya membingungkan
Parto : Yang membingungkan yang mana
Narko : Itu tadi
Parto : Ko, kuburan itu juga rumahnya orang yang sudah mati, dengan kata lain bisa disebut makam, kata jamaknya mukim yang maknanya tinggal tinggal dan tempat tinggal kan sama dengan rumah
Narko : Ooo, ya, ya aku ngerti sekarang (diam sejenak) Tadi Kang Kardi sedang.. (bingung tak tahu apa yang dimaksudkan)
Parto : Nembang, maksudmu
Narko : Ya, nembang tadi suara Kang Kardi ternyata enak juga. Tapi aku tidak mengerti dengan kata-katanya
Parto : Ya, terang saja. Karena bahasa yang digunakan dalam tembang macapat, sebagian besar adalah bahasa jawa kuno. Dan sekarang bahasa itu sudah seperti dilupakan. Sekolah sekarang sudak tidak mengajarkan lagi. Akhirnya kamu dan yang seusia kamu jarang sekali yang mengerti dengan apa yang dimaksudkan. Itu yang dinamakan dengan pembangunan, membangun sana-sini akhirnya lupa dengan diri sendiri
Narko : Tapi (terdiam)
Parto : Tapi apanya!
Narko : Apa yang dimaksud oleh segala omongan Kang Kardi tadi
Parto : Aku juga bingung sebenarnya apa yang terjadi pada Kang Kardi. Tapi yang pasti kita harus prihatin dan hati-hati sekarang, makanya jangan neko-neko
Narko : Aku semakin lama semakin suntuk, bingung
Parto : Apa kamu piker, kamu saja yang bingung
Narko : Ya, aku tahu (ketus)
Parto : Ko!
Narko : Apaan sih, Kang (berdiri mau pergi)
Parto : Mau kemana!
Narko : Pergi
Parto : Pergi kemana
Narko : Tak tahu (negeloyor pergi)
Parto : Hei, Ko, Ko. Ke mana!
Narko : Ngelayap! keluar
Parto : Ngelayap, ngelayap (diam)Apa sebenarnya terjadi. Apa yang salah dirumah ini. Siapa yang salah? Apa aku yang salah? (bertanya, terdiam). Payah, payah semua kacau (keluar)
Lampu meredup

BABAK V
Di dalam rumah, sore hari

Music senja mengalun
Parto pulang dari surau mengambil radio, mencari gelombang dan mendengarkannya. Menikmati music yang
terdengar dari radio sambil menghisap tembakau. Kemudian Mbok masuk membawa bak minuman

Mbok : Le, kopinya
Parto : Ya, Mboh makasih
Mbok : Tadi siang Pak Hardjo mencarimu
Parto : O, ya tadi aku sudah bertemu di Toko Mak Jum. Mbok?
Mbok : Ada apa
Parto : Suwaji belum pulang
Mbok : Belum
Parto : Narko!
Mbok : belum (diam, khawatir)
Kardi masuk dengan tetap santainya, cuek

Parto : Setiap kali aku melihat Kang Kardi seperti itu, aku jadi pusing. Jadi ingin ngamuk
Mbok : Sabar To, nanti kan berubah sendiri
Suwaji masuk tergesa-gesa

Parto : To ada apa,, duduk dulu
Suwaji : Anu Kang, Narko!
Parto : Memang Narko kenapa?
Suwaji : Narko di rumah sakit
Parto dan Si Mbok serempak Apa!!

Parto : Mengapa, apa yang terjadi dengan Narko
Suwaji : Tidak tahu Kang. Aku belum sempat bertanya
Mbok : To ini bagaimana?
Parto : Ini semua gara-gara presiden satu ini, bisanya hanya diam. He, Kardi kalau sudah begini, apa kamu sudah puas. Apa kau akan tetap seperti itu, diam tak mau berbuat apapun. Bisu seperti patung, berhala. Bajingan kau Kardi
Mbok : Sabar, To, sabar. Mengapa kamu ngurusin Kakangmu, Narko adikmu di rumah sakit, To.
Parto : Iya, aku tahu!!
Mbok : Ini Mbokmu To
Parto : Ma’af Mbok
Kardi pergi meninggalkan mereka yang lagi bingung

Parto :Hei, bajingan! Mau kemana, enak saja kau. Hei kembali kau, jangan lari dari tanggungjawab. Kurang ajar. Ku hajar kau (mengejar Kardi dan kedubrak-kedubrik, berantem)
Mbok : Sudah-sudah (menangis), kalian ini malah berantem, aduh Parto? Kardi hentikan (keluar mengejar anak-anaknya)
Suwaji : Ach!! Apa yang harus kulakukan! (keluar)
Fade out
SELESAI